Resep Unagi (sidat) Donburi

Unagi Donburi

Bahan :

  • 200 gram nasi putih
  • 100 gram unagi, cuci bersih
  • 1 butir telur, dadar

Bahan saus :

  • 200 ml kikkoman soyu
  • 1 sendok makan sake   (kalo tidak suka boleh tidak pake)
  • 3 sendok makan mirin
  • 3 sendok makan gula pasir
  • 2 sendok makan madu
  • 1 sendok teh jahe, parut
  • 75 ml air

Cara membuat unagi (sidat) donburi:

  1. Panaskan mirin hingga terbakar, tunggu hingga api redup.
  2. Masukkan sake, gula pasir, kikkoman soyu, jahe parut dan madu.
  3. Tambahkan air, masak dengan api kecil hingga saus sedikit berkurang dan agak kental.
  4. Matikan api, ambil unagi, poles dengan saus sedikit demi sedikit.
  5. Panggang dengan api sedang sambil dipoles berulang-ulang hingga unagi matang.
  6. Sajikan bersama nasi putih dan telur dadar.
Dipublikasi di Uncategorized | Tag , | Meninggalkan komentar

SOGILI POSO, KOMODITAS MEWAH UNTUK DIEKSPOR

Sebuah piring berwarna putih diletakkan seorang pelayan di atas meja di sebuah warung makan sederhana di Kota Tentena, tepian danau Poso, Sulawesi Tengah.

Di dalamnya tampak sepotong ikan belut bakar, warga setempat menyebutnya sogili (anguilia spp). Di sampingnya ada lalapan berupa potongan ketimun kupas, daun kemangi segar dan kacang panjang serta dabu-dabu (sambal) berupa irisan bawang merah, tomat dan cabe yang diberi garam secukupnya.

Setelah menyodorkan sayur asam dan sepiring nasi putih, sang pelayan kemudian mempersilahkan saya menyantap hidangan yang bau harumnya telah menyodok hidung dan mengumbar nafsu makan sejak ikan sogili atau masapi itu dibakar di dapur tepat di belakang meja makan yang tepisah dengan dinding papan setinggi satu meter.

“Mari pak, silahkan,” kata Ny. Eli Patodo, pemilik warung tersebut.

Hanya dalam beberapa menit, sogili ini tinggal tulangnya saja. Sayur lalap dan dabu-dabu yang disajikan lenyap bersamaan dengan daging sogili.

Ketika hendak meninggalkan warung sederhana tapi nyaman di ujung jembatan Pamona itu, Ny. Eli Patodo menyebut Rp25.000 untuk harga menu yang baru saja dinikmati.

“Memang begitu harganya. Ini malah sudah agak murah karena sekarang, sogili mulai banyak. Kalau beberapa bulan sebelumnya, harga satu potong ikan sogili goreng atau bakar bisa Rp30.000,” kata Marten, seorang warga Kota Tentena.

Itu sebabnya, hanya sebagian kecil masyarakat Tentena yang biasa makan sogili.

“Torang (kami) di sini kalau tidak ba tangkap sendiri, tidak mo pernah makan sogili. Kalu cuma harap beli, harganya mahal sekali,” katanya.

Ny. Eli Patodo mengemukakan, menu sogili di warungnya tidak hanya dalam bentuk bakar, tetapi ada pula yang digoreng. Yang paling khas untuk masyarakat Tentena adalah menu yang mereka sebut orogo-onco.

Orogo dan onco adalah sejenis bumbu daun-daunan khas Tentena yang dicampurkan ketika ikan sogili dimasak dengan sedikit santan kental sehingga terasa agak asam.

“Cuma maaf pak, orogo onco sogili sekarang tidak. Pembeli sekarang masih sepi karena harga sogili masih tinggi,” ujar Ny Eli lagi.

“Orang disini suka sekali orogo-onco. Kalau mereka punya ikan sogili sendiri, umumnya dimasak orogo-onco,” kata Deni Raurau, seorang warga Tentena lainnya.

Ikan sogili, katanya, paling cocok dimasak orogo-onco karena kandungan lemaknya, apalagi di bagian kulit. Karena itu, kalau dimakan tidak cepat terasa mual sekalipun makan beberapa potong.

“Cuma hati-hati, orang yang menderita kolesterol tinggi atau hipertensi (tekanan darah tinggi) tidak boleh makan banyak ikan sogili,” kata Ny. Eli Patodo yang mengaku selalu menyediakan bawang putih untuk pelanggannya yang menderita hipertensi bila memesan ikan sogili.

Diekspor

Ikan sogili kini menjadi komoditi ekspor yang menarik dari Tentena. Itu pula yang menyebabkan harga sogili segar (hidup) terus melambung.

Pasar ikan sidat di dunia sangat besar, terutama ke Taiwan, Hongkong, Jepang, China dan beberapa negara Eropa dan kebutuhan mereka selama ini belum pernah tercukupi. Ikan sidat di negera-negara itu menjadi menu makanan yang mahal.

Di Taiwan dan Jepang misalnya, harga sogili asal Tentena yang masih hidup konon bisa mencapai Rp350.000/kg.

Joni, seorang pedagang antarpulau sogili ke Jakarta mengaku tidak tahu persis harga sogili di luar negeri, namun diperkirakan cukup tinggi.

“Itu sebabnya, harga beli kita dari nelayan di Tentena dewasa ini cukup tinggi juga. Sogili yang beratnya lebih dari dua kilogram perekor dibayar dengan harga Rp75.000/kg,” ujarnya.

Menurut dia, kalau lagi musim, harga sogili akan tinggi karena pembeli tidak perlu menyimpan lama di dalam keramba untuk dikirim ke Jakarta melalui jalan darat ke Makassar dan pesawat terbang ke Jakarta .

“Kalau lagi musim, setiap satu minggu kami sudah mengirim 300 sampai 400 kg sogili ke Jakarta, tapi di luar musim bisa menunggu sampai sebulan baru bisa mengirim. Ini berarti, resiko mati cukup tinggi sehingga harga biasanya kami tekan,” ujar Joni.

Menurut bapak angkat bagi sebagian besar nelayan pemilik perangkap sogili di Tentena itu, musim panen sogili terjadi pada bulan Pebruari sampai Agustus dimana saat itu air danau Poso akan mengalami pasang.

Penangkapan ikan sogili dilakukan dengan membuat pagar perangkap di mulut sungai berbentuk piramid yang terbuat dari kayu dan bambu.

Di ujung piramid itu dipasang bubu (wuwu) atau pukat untuk menampung sogili yang terperangkap. Saat sogili keluar dari danau Poso dan mulai masuk ke mulut sungai, maka ikan belut itu akan tergiring masuk ke bubu atau pukat.

“Jadi pada subuh hari kita tinggal mengangkat pukat atau bubunya untuk mengambil ikan belut itu,” ujar Tampai (83 tahun), seorang nelayan sogili di Tentena yang memiliki sejumlah perangkap.

Setiap pagar perangkap diusahakan oleh delapan sampai sepuluh orang neyalan dengan pembagian hasil dilakukan secara bergiliran setiap hari. Misalnya si `A` yang mendapat giliran hari Senin, maka seluruh hasil panen pada Senin itu adalah milik `A` demikian seterusnya.

“Ini sudah tradisi yang turun temurun di sini sejak tahun 1950-an,” kata Tampa`i (83) yang tampak masih kuat dan tetap menekuni usaha menangkap belut tersebut.

Musim sogili, kata Tampai biasanya mulai bulan Desember sampai Juni, namun tahun 2009 ini, musim rupanya bergeser dan baru mulai ramai bulan Pebruari 2009. Musim panen sogili diperkirakan mencapai puncak pada bulan Mei.

“Sekarang hasilnya belum begitu ramai, paling banyak 10 sampai 12 kg atau sekitar empat ekor tiap hari. Pada puncak musim, satu hari bisa dapat 20 sampe 25 kg/hari,” ujarnya.

Ikan sogili hidup dengan berat di atas dua kg perekor, dijual kepada pengumpul untuk diekspor dengan harga Rp75.000/kg, sedang yang sudah mati atau yang beratnya di bawah dua kg perekor dijual ke masyarakat lokal atau pengusaha restoran/warung makan seharga Rp45.000/kg.

“Tidak ada kesulitan menjual sogili baik yang hidup maupun yang mati karena pasarnya luas. Pengumpul sogili hidup membeli berapapun yang dihasilkan nelayan dengan harga cukup tinggi, sebab sogili hidup kini telah menjadi komoditi ekspor yang dikirim melalui Makassar,” kata Kaverius, nelayan sogili lainnya yang tinggal di kota Wisata Tentena, sekitar 56 km dari Kota Poso itu.

(Rolex Malaha/FB/ant) http://lepmida.com
Dipublikasi di Uncategorized | Tag , , | Meninggalkan komentar

Misteri Sidat, Sogili, Pelus (Anguilla spp.) di Indonesia

Anguilla marmorata 3

Dipublikasi di Uncategorized | Tag , , , | Meninggalkan komentar

BUDIDAYA SIDAT PADA JARING APUNG

keramba jaring apung

1. PENDAHULUAN
Ikan Sidat (anguilla bicolor), termasuk famili Anguillidae, ordo Apodes. Di Indonesia diperkirakan paling sedikit terdapat 5 (lima) jenis Ikan Sidat, yaitu : Anguilla encentralis, A. bicolor bicolor, A. borneonsis, A. Bicolor Pacifica, dan A. celebensis.

Ikan Sidat tumbuh di perairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai dewasa, setelah itu Ikan Sidat dewasa beruaya ke laut dalam untuk melakukan reproduksi. Larva hasil pemijahan akan berkembang, dan secara berangsur-angsur terbawa arus ke perairan pantai. Ikan Sidat yang telah mencapai stadia elver (glass eel) akan beruaya dari perairan laut ke perairan tawar melalui muara sungai.

Ruaya anadromus larva Sidat (elver) berhubungan dengan musim. Diperkirakan ruaya larva Ikan Sidat dimulai pada awal musim hujan, akan tetapi pada musim tersebut faktor arus sungai dan keadaan bulan sangat mempengaruhi intensitas ruayanya.

Ikan Sidat termasuk ikan karnivora. Di perairan umum Ikan Sidat memakan berbagai jenis hewan, khususnya organisme benthik seperti crustacea (udang dan kepiting), polichatea (cacing, larva chironomus dan bivalva serta gastropods). Aktivitas makan Ikan Sidat umumnya pada malam hari (nokturnal).

Ikan Sidat telah dibudidayakan secara intensif di Eropa khususnya di Norwegia, Jerman dan Belanda serta Asia, yaitu : Jepang, Taiwan dan China daratan. Di negara-negara lain seperti Australia, Indonesia dan beberapa negara Eropa dan Afrika Barat umumnya produksi Ikan Sidat masih mengandalkan dari hasil penangkapan di alam.. Ikan Sidat dapat dibudidayakan di dalam ruangan tertutup (indoor) dan di luar ruangan (outdoor). Di Indonesia dengan suhu lingkungan yang relatif konstan sepanjang tahun maka pemeliharaan Ikan Sidat dapat dilakukan di luar ruangan (out door).

Secara praktis Ikan Sidat dapat dibudidayakan di kolam tanah berdinding bambu, kolam beton (bak beton), pen dan keramba faring apung. Apa pun jenis wadah yang digunakan dalam budidaya Ikan Sidat yang hamus diperhatikan adalah bagaimana mencegah lolosnya ikan dari media budidaya.

2. LINGKUNGAN PERAIRAN YANG DIKEHENDAKI UNTUK BUDIDAYA IKAN SIDAT

a. Suhu.
Pada pemeliharaan benih Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor, suhu terbaik untuk memacu pertumbuhan adalah 29°C.

b. Salinitas.
Pada pemeliharaan Ikan Sidat lokal.,, A. bicolor bicolor (elver), salinitas yang dapat memberikan pertumbuhan yang baik adalah 6 – 7 ppt.

c. Oksigen Terlarut.
Kandungan oksigen minimal yang dapat ditolelir oleh Ikan Sidat berkisar antara 0,5 – 2,5 ppm.

d. pH.
pH optimal untuk pertumbuhan Ikan Sidat adalah 7 – 8.

e. Amonia (N H3- N) dan Nitrit (NO2-N)
Pada konsentrasi amonia 20 ppm sebagian Ikan Sidat yang dipelihara mengalami methemoglobinemie dan pada konsentrasi 30 – 40 ppm seluruh Ikan Sidat mengalami methemoglobinemie.

3. KEBUTUHAN NUTRIEN

Seperti halnya jenis ikan-ikan lain, Ikan Sidat membutuhkan zat gizi berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Kadar protein pakan optimal adalah 45% untuk ikan bestir (juvenil) dan sekitar 50% untuk ikan kecil (fingerling).

4. BUDIDAYA IKAN SIDAT PADA JARING APUNG

a. Jaring Apung.
Satu unit jaring apung memiliki empat kolam berukuran 7 x 7 m, dengan jaring berukuran 7 x 7 x 2,5 m dan mata jaring 2,5 inchi. Untuk menghindari lolosnya ikan, disekeliling tepian kolam bagian atas diberi penutup dari hapa dengan lebar 60 cm.

b. Benih Ikan Sidat.
Benih Ikan Sidat (Anguilla bicolor) berbobot 15 – 20 gram per ekor dengan panjang 20-30 cm.

c. Padat Penebaran.
Setiap kolam ditebar 100 kg benih Ikan Sidat.

d. Pakan.
Pakan yang diberikan adalah pakan buatan berbentuk pasta dengan kandungan :
■ Protein 47,93%
■ Lemak 10,03%
■ Seratkasar 8,00%
■ BETN 8,32%
■ Abu 25,71%

Pakan diberikan sebanyak 3% dari berat total ikan Konvensi pakan sebesar 1,96.
Dengan konvensi tersebut akan diperoleh laju perturnbuhan
rata-rata 1,46`% dengan mortalitas 9,64 %.

e. Masa Pemeliharaan dan Panen.
Pemeliharaan Ikan Sidat pada kolam keramba jaring apung selama 7 – 8 bulan, dan masa. panen secara bertahap dapat dimulai pada masa pemeliharaan 4 bulan.

Ukuran Ikan Sidat yang, dipanen dapat – mencapai ukuran. konsumsi yaitu 180 – 200 gram per ekor.
Pemeliharaan ikan Sidat pada kolam keramba jaring apung merupakan salah satu alternatif dalam rangka penganekaragaman budidaya ikan pada kolam keramba jaring apung. Namun dalam penerapannya masih perlu diperhatikan kondisi serta kualitas perairan umum yang dipergunakan.

sumber :”dinas Perikanan Provinsi Jabar, 2008

Dipublikasi di Uncategorized | Tag , | Meninggalkan komentar

Budi Daya Ikan Sidat Peluang Ekspor yang Sangat Menggiurkan

Jakarta – Ikan sidat (Anguilla sp) mungkin tidak dikenal oleh banyak orang di sini. Tapi, di berbagai negara ikan sidat jadi makanan primadona yang harganya sangat mahal.

Ikan sidat adalah sejenis belut, namun bentuknya lebih panjang dan besar. Ada yang mencapai 50 cm. Memang tidak enak dilihat. Tapi siapa sangka, konsumen asing menganggap cita rasa ikan sidat enak dan memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kalau di restoran Jepang, ikan ini sebutannya Unagi.
Kandungan vitamin A mencapai 4.700 IU/100 gram, sedangkan hati ikan sidat lebih tinggi lagi, yaitu15.000 IU/100 gram. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram.
Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram.
Sementara kandungan EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram.
Teknologi budi daya masih baru di Indonesia. Budi daya ikan sidat di Indonesia baru ditemukan sekitar tahun 2007 oleh Satuan Kerja Tambak Pandu Karawang, yang merupakan UPT Ditjen Perikanan Budi Daya, Departemen Kelautan dan Perikanan. Padahal ikan sidat sudah cukup lama dibudidayakan di Jepang dan Thailand. Asal tahu saja, pengembangan budi daya kedua negara menggunakan benih dari Indonesia.
“Melihat permintaan pasar dunia yang sangat besar mendorong kami untuk melakukan penelitian budi daya ikan sidat,” kata Kepala Satuan Kerja Tambak Pandu Karawang Made Suitha.
Sidat kini menjadi salah satu peluang bisnis yang sangat besar. Ekspor ikan sidat terutama ke Macau, Taiwan, Jepang, China dan Hongkong. Potensi pasar negara lain yang belum digarap antara lain Singapura, Jerman, Italia, Belanda dan Amerika Serikat.
Peluang ekspor dari Indonesia kian terbuka lebar. Produksi ikan sidat dari Jepang dan Taiwan mulai terbatas karena kekurangan bahan. Kedua negara otomatis mengurangi ekspor, sedangkan produksi ikan sidat dari China diketahui menggunakan zat kimia.
Negara produsen ikan sidat akhirnya mencari alternatif pasar benih, termasuk dari Indonesia. “Tapi Indonesia tidak akan menjual benih, lebih baik dikembangkan di sini sehingga investor dari luar juga datang,” tegas Made.
Harga ikan memang sangat menggiurkan. Harga di tingkat petani ikan sidat untuk elver dengan harga jual antara Rp. 250.000/kg. Untuk ukuran 10-20 gram berkisar antara Rp 20.000-Rp 40.000/kg, sedangkan ukuran konsumsi >500 gram untuk jenis Anguilla bicolor pada pasar lokal rata-rata Rp 75.000/kg; jenis Anguilla marmorata Rp 125.000-Rp 175.000/kg.

Bantuan Teknologi
Pengembangan budi daya ikan sidat di Pandu Karawang sangat berhasil. Made mengungkapkan bahwa harga ikan yang cukup tinggi menarik masyarakat untuk membudidayakan ikan sidat. Bahkan Pandu Karawang siap memberikan bantuan dalam bentuk teknologi budi daya bagi masyarakat yang ingin berwirausaha. Saat ini, beberapa kelompok masyarakat melakukan pembudidayaan ikan sidat di tambak Pandu Karawang, namun juga ada yang perorangan.
“Kami menyediakan lahan yang bisa disewa maksimal dua tahun. Setelah itu mereka harus mandiri, untuk memberi kesempatan pada masyarakat lain yang ingin belajar budi daya ikan sidat,” jelas Made.
Budi daya ikan sidat relatif tidak sulit. Apalagi rasio hidup sangat tinggi, sekitar 90 persen, karena punya data tahan kuat terhadap penyakit.
Made mengemukakan, lamanya budi daya ikan sidat tergantung ukuran benih. Dia mengatakan, paling banyak yang dibudidayakan adalah ukuran 200 gram untuk menghasilkan panen ukuran > 500 gram. Lama budi daya maksimal lima bulan.
Tingkat produktivitasnya juga cukup bagus. Untuk satu ton benih, diperkirakan bisa menghasilkan 5 ton ikan sidat. Sekarang, semakin banyak investor yang berkeinginan membudidayakan ikan sidat, sebab, budi daya ikan sidat dipastikan menguntungkan. Tertarik?

Oleh
Naomi Siagian

Sinar Harapan

Dipublikasi di Uncategorized | Tag , | Meninggalkan komentar

Ikan Sidat atau Moa

Sidat atau Moa (ordo Anguilliformes) kelompok ikan berbentuk tubuh mirip ular. Ordo Anguilliformes terdiri atas 4 subordo, 19 famili, 110 genera, dan 400 spesies.  Kebanyakan hidup di laut namun ada pula yang hidup di air tawar.

Bentuk tubuh menyerupai ular, panjang dapat mencapai 50-125 cm, sirip punggung dan sirip dubur menyatu dengan sirip ekor, sisik sangat kecil yang terletak di dalam kulit, kepala lebih panjang dibandingkan jarak antara sirip punggung dengan anal. Sidat mempunyai sifat katadromus yaitu masa menjelang dewasa ikan sidat hidup di air tawar kemudian bermigrasi untuk bertelur atau berkembang biak di air laut. Ikan ini toleran terhadap salinitas, temperatur dan tekanan yang berbeda-beda.

Diluar negeri sidat ini banyak dikonsumsi sebagai makanan mewah, karena kandungan proteinnya yang tinggi. Masyarakat jepang banyak yang menkonsumsinya, jika di jepang disebut unagi. Selama ini bibit sidat hanya bisa diperoleh dari alam, karena sistem pemijahannya yang unik seperti ikan salmon. Dia akan berkembang biak di laut, bertelor dan menetas, setelah menginjak menetasfase “glass ell” masih berada dilaut dan mampu berenang mencari air tawar, sampai dewasa untuk siap memijah lagi.

glass-eels1

Glass eels (anakan/bibit sidat)

sidat-moa1

Sidat atau Moa (remaja)

sidat-moa-dewasa1

Sidat atau Moa dewasa (elver)  siap konsumsi

Untuk memeliharanya tidaklah sulit, tinggal sediakan kolam, seperti kolam ikan biasa, sebenarnya hampir mirip lobster bagi yang sudah pernah liat, kita tinggal menambahkan paralon atau apa sajayang bisa digunakan untuk sembunyi. Karena ikan ini selama hidupnya menyukai tempat gelap.
Makanan sebenarnya sidat termasuk ikan Carnivora, pemakan daging,  cacing, cacahan keong, cacahan bekicot,  pelet, kalau ini butuh adaptasi lama, dan sidat lebih suka makan makan didasar kolam, bukan terapung.

Dipublikasi di Uncategorized | Tag , | Meninggalkan komentar